Senin, 13 Juni 2011

Kenangan Masa Lulu Memperindah Masa Depan

Aku melangkah memasuki pekarangan yang dahulu pernah menjadi tempat aku bermain. Pekarangan rumah yang dahulu pernah menjadi bagian hidupku, tempat berdiri rumah yang menjadi naungan dikala hujan dan panas. Tanah tempat aku berbagi cerita cinta, suka dan duku, tangis dan senyum. Di sinilah aku dilahirkan. Terlihat bangunan baru berdiri diantara puing-puing bangunan rumah asli yang terekam di benakku. Gempa bumi dahsyat 27 Mei 2006 yang melanda Jogja waktu itu, telah meluluhlantakan rumah orang tuaku rata dengan tanah dan menyisakan puing-puing di sisi bangunan baru yang tidak seindah rumahku dulu. Rumah yang telah menyimpan sejuta asa dan cerita.

Kuperhatikan sekeliling pekarangan yang masih dipenuhi pohon yang sejak kecil dulu telah tertanam. Relatif tidak berubah. Pohon kelapa, sawo, nangka dan melinjo masih menghijau. Rasanya tidak ada yang berubah dari mereka. Besar dan tingginya masih sama ketika aku dahulu sering bermain ayunan atau main kelereng di antara pohon-pohon itu. Bahkan tanda goresan sabit yang pernah kubuat pun masih ada. Sungguh tidak ada yang berubah. Padahal sudah puluhan tahun yang lalu.
Tetesan sisa air hujan yang baru saja turun dari pohon melinjo membasahi keningku saat aku berhenti sejenak dibawahnya. Terasa sejuk, mengantarku pada kenangan masa lalu saat sering main hujan dan kejar-kejaran dengan teman-teman kecilku. Kala pulang dari sungai sehabis memandikan sapi atau berlari dari lereng pengunungan seribu untuk mencari rumput. Keceriaan anak kecil ketika saling kejar lari bermain gobak sodor yang menjadi favorit permainan di saat hujan.

Aku terus melangkah menuju pintu depan rumah orang tuaku, berbarengan ketika seorang perempuan tua membuka pintu sebelum aku mengucapkan salam. Dengan sedikit terkejut dia mencoba merangkulku, aku merunduk dan menyambut pelukannya. Lama beliau memelukku tanpa sepatah kata pun terucap. Terasa ada tetesan air mata membasah di pundak kananku. Perlahan perempuan tua itu melepaskan pelukannya dan tersenyum. Ibu, ya perempuan tua itu adalah ibuku. Sudah terlihat garis dan kerut ketuaan di wajahnya. Senyumnya masih terasa teduh seperti dahulu. Senyum yang selalu memenangkan hati. Garis dan kerutan tua di wajahnya yang menunjukan perjuangan dan semangat hidup yang selalu ditunjukan kepada anak-anaknya. Kucium punggung tangannya sebelum aku melangkah masuk ke teras rumah bersama ibuku.

Aku duduk di kursi, sementara ibuku juga duduk di depanku. Ada rasa kangen yang teramat sangat kulihat di wajah ibuku. Kedatanganku yang tidak terduga, mungkin telah membuat ibu kaget dan bahagia. Rentetan kata dan pertanyaan terus menyerbuku. Aku mencoba menjawab setiap kata yang diucapkan ibuku. Tak berapa lama keluar dari dalam rumah lelaki yang sangat aku kenal dan rindukan. Ayahku. Beliau tersenyum dan menyalamiku. Kemudian duduk disamping ibu. Tatapan tajam ayah tertuju kepadaku dari ujung rambut ke ujung kaki. Beliau tersenyum lagi, sejurus kemudian bertubi-tubi kata dan pertanyaan yang hampir sama di tanyakan kepadaku. Sungguh, kerinduan kedua orang tuaku terasa memeluk sanubariku sore itu.

Bercerita dan berbagi cinta. Bertukar kerinduan dan mengenang masa lalu saat dulu masih bersama. Ayah dan Ibuku pun kembali membuka lembaran kisah yang terjadi 20-an tahun lalu. Masa kecil yang penuh kenangan. Masa lalu yang penuh duka dan bahagia. Dengan antusias beliau bercerita diselingin senyum dan tawa. Terselip pula petuah-petuah sebagaimana dulu sering beliau lakukan kepada anak-anaknya. Tak terasa maghrib menjelang. Kami bertiga  pun masuk ke rumah.

Gerimis kembali membasahi pekarangan rumahku. Angin sore bertiup menambah suasana sejuk sore itu. Cerita masa lalu yang berisi kenangan yang disampaikan ayah memberi harapan. Menyulut rasa syukur  yang tiada terkira meski dipanjatkan kepada-Nya. Terselip hikmah, meski bencana telah melanda tapi kebahagiaan itu tak kan  hilang. Bahwa cinta itu masih ada. Cinta orang tua kepada anaknya yang tak akan fana. Mematik energi semangat untuk menyongsong masa datang di tahun yang baru

0 komentar:

Posting Komentar